“PEUJROEH UREUNG”
Rakyat pada level bawah, terutama di desa-desa (Gampong dan Mukim) adalah para pakir-miskin/ dhu’afa, sulit dan mahal untuk mendapatkan akses keadilan dari lembaga-lembaga peradilan(khususnya berkaitan dengan putusan: yang adil, murah, cepat dan sederhana).
Mekanisme dan prosedur penanganan perkara beserta prosesi penyelesaiannya di depan Pengadilan, berdasarkan hukum positif/ formal menghabiskan waktu sepanjang jenjang Peradilan (Peradilan Pertama – sampai Mahkamah Agung) , apakah dia dhu’afa, pejabat, koruptor dan berbagai kejahatan-kejahatan besar lainnya adalah sama proses penyelesaiannya. Troma budaya, akibat kompliks, sentralisasi politik (orde baru) dan tsunami, telah menimbulkan dampak porak peranda bidang sosial budaya, politik dan hukum di Aceh
Tatanan budaya adat / adat istiadat Aceh , telah membudaya, bila ada sengketa / perselisihan dalam masyarakat dapat diselesaikan di gampong( desa-desa) oleh Perangkat Gampong( Musyawarah Peujroeh Ureung”. Untuk membangun akses masyarakat terhadap keadilan, maka di bangunlah / dilaksanakan Peradailan Adat di Acaeh bekerja sama dengan Polda Aceh(program Polmas). Program ini kami laksanakan sejak 2003.
Kasus-kasusnya adalah penyelesaian sengketa-sengketa dalam masyarakat di gampong-gampong dan mukim Asppek-aspek pertimbangan :
- Aspek Filosofis : Nilai-nilai idealis Pancasila
- Aspek Historis: Kultur masyarakat dan Pemerintah Aceh
- Aspek Yuridis, Polmas dan Forum Kesepakatan Bersama (Kemitraan)Polda Aceh dengan MAA (Penitipan Polisi pada Tuha Peut Gampong/ 9 Pilar)
- Adat dan adat istiadat termasuk bagian HAM
Narit Maja Aceh :
“TA PAGEU LAMPOH NGON KAWAT, TA PAGEU NANGGROE NGON ADAT BEIK TABOH-BOH ADAT DROE,REULOH NANGGROE HANA LEE TANDA”
“Hukom Meungnyo tan adat tabeu, Adat mengnyoe tan hukom bateu”
“Mateu aneuk mupat jeurat, Gadoh Adat pat ta mita”
“Mateu aneuk mupat jeurat, Gadoh Adat pat ta mita”
Dinamika Hukum Adat
Hukum / Kaedah/ Norma Asli Adat Aceh
(Adat ngon Hukom, Lagei Zat ngon Sifeut)
Hukum / Kaedah/ Norma Asli Adat Aceh
(Adat ngon Hukom, Lagei Zat ngon Sifeut)
Demikian lama korban pemahaman, bahwa hukum adat sebagai hukum tidak tertulis, sehingga tersudut dari pengkajian dan pengembangan sebagai salah satu sumber ilmu hukum (geist), terutama dalam pembenahan pembangunan sistem pluralisme hukum di Indonesia. Pada hal Indonesia kaya dengan suku bangsa (kaya kaedah hukum) yang menempati suatu kawasan geografis yang amat besar, menjadi potensi pertumbuhan hukum yang up to date, tanpa menjiplak Hukum Barat (semacam Wetboek van Strafrect/ Hukum Pidana).
Kini era globalisasi, bangsa Indonesia , termasuk Aceh mengalami dead lock dan prolema besar dalam penegakan hukum, tidak hanya pada lapisan masyarakat to have, tetapi yang lebih menyedihkan dikalangan masyarakat have not. Dhuafa/ miskin, untuk memperoleh akses keadilan sangat sulit/ berat, bertumouk perkara, mahal, dan mahal.
Sejak era refofmasi, semasa/ dan pasca kompliks dan tsunami Aceh, melalui lembaga Majelis Adat Aceh (lahr 2003), melakukan upaya-upaya intensip memperjuangkan berlakunya Peradilan Adat di Aceh, melalui pemberdayaan otonomitas kultural/ adat budaya Aceh yang melekat pada Gampong dan Mjukim/ peujroeh syeedara/ mendamaikan sengketa(Badruzzaman, 2013:107-108).
Prinsip Dasar (Asas-asas) Hukum Adat Aceh, yaitu:
- Tepercaya(amanah) / acceptabelity
- Tanggung jawab (akuntability)/ accountability
- Kesetraan di depan hukum (non discrimination)/ Equality before the law)
- Cepat/ terjangkau (accessibility to all Citizens)
- Ikhlas dan sukarela (voluntary nature)
- Penyelesaian damai (peace resolution)
- Musyawarah(Persetujuan)/ consensus)
- Keterbukaan untuk umum/ transparancy
- Kewenangan / competence/ authority
- Keberagaman /pluralisme
- Praduga Tak Bersalah ( presumption of innocence
- Berkeadilan / proportional justice
Sumber : (Pedoman Peradilan Adat di Aceh, Bappenas, U.Erop, APPS, UNDP, 2008)
Dasar-dasar Yuridis
Pelaksanaan Hukum Adat di Aceh UUD.45, Pasal 18 B::
Pelaksanaan Hukum Adat di Aceh UUD.45, Pasal 18 B::
(1). Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang
(2). Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan pekembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan RI, yang diatur dengan Undang-undang.
Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 ttg Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 ttg Pemerintahan Aceh
Qanun No.4 Tahun 2003 ttg Pemerintahan Mukim Qanun Nomor 5 Tahun 2003ttg Pemerinttahan Gampong
Qanun No.3 Tahun 2004 ttg Organisasi dan Hub.TT.Kerja MAA Qanun Nomor 9 Tahun 2008 ttg Kebiasaan Adat/ Adat Istiadat Qanun No.10 Tahun 2008 ttg Lembaga Adat Kesepakatan Bersama Polda , MAA (9 Pilar: Polmas), ttg Penitipan Polisi pada Tuha Peut Gampong Keputusan Bersama ; Gub Aceh, MAA dan Polda Aceh ttg Penyelenggaraan Peradilan Adat di Gampong dan Mukim
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 ttg Pemerintahan Aceh
Qanun No.4 Tahun 2003 ttg Pemerintahan Mukim Qanun Nomor 5 Tahun 2003ttg Pemerinttahan Gampong
Qanun No.3 Tahun 2004 ttg Organisasi dan Hub.TT.Kerja MAA Qanun Nomor 9 Tahun 2008 ttg Kebiasaan Adat/ Adat Istiadat Qanun No.10 Tahun 2008 ttg Lembaga Adat Kesepakatan Bersama Polda , MAA (9 Pilar: Polmas), ttg Penitipan Polisi pada Tuha Peut Gampong Keputusan Bersama ; Gub Aceh, MAA dan Polda Aceh ttg Penyelenggaraan Peradilan Adat di Gampong dan Mukim
Pergub No.60 Tahun 2013 tentang Sengketa Adat Dan lain-lain Ketentuan Prov/ Kab/ Kota yang menunjang berlakunya Ketentuan-ketentuan diatas Pasal 3 a R.O, tersebut berbunyi:
Ayat ( 1 ) : Perkara-perkara yang pemeriksaannya menurut hukum adat menjadi wewenang dari hakim-hakim masyarakat hukum kecil-kecil ( hakim desa ) tetap diserahkan pada pemeriksaan mereka
Ayat ( 2 ) : Apa yang ditentukan dalam ayat di muka ini, sekali-kali tidak mengurangi dari pihak-pihak untuk setiap waktu menyerahkan perkaranya kepada pemutusan hakim-hakim dimaksud dalam pasal 1,2, 3
Hakim-hakim yag dimaksud dalam ayat 1 mengadili menurut hukum adat, mereka tidak boleh mengenakan hukum-hukuman
R.O ( Reglement op rechterlijke organisatie ( Peraturan Organisasi Pengadilan ), Ordonansi, Stb.1935 Nomor 102, pasal 3 a menegaskan bahwa : perkara yang diselesaikan di Pengadilan Gampong, tetap termasuk kepada kekuasaan peradilan. Dalam hubungan ini Mr.Mahadi menyatakan : Hakim Desa ( Gampong ) semata-mata merupakan pembantu bagi peradilan gubernemen. Hakim Desa besar manfaatnya bagi pencapaian keadilan. Ia dekat kepada masyarakat dan secara instingstif dapat merasakan apa yang dapat di putuskan.
Dasar-dasar Penyelesaian Sengketa dan Administrasi Peradilan Adat di Aceh :
Dasar-dasar Penyelesaian Sengketa:
- Ada Komunitas
- Ada Lembaga === GPG / MUKIM
- Ada Perangkat/ Fungsionaris/Otoritas
- Ada Kompetensi/ Kewenangan
- Ada Proses / Keacaraan
- Ada Administrasi
- Ada Persidangan/ Terbuka
- Ada Keputusan / Penetapan/ Beschekking
- Ada Eksekusi
- Ada Upacara / Seremonial
Administrasi Peradilan Adat, sbb :
1. BukuRegistrasi 2.BeritaAcara Lembar Putusan/ Penetapan
4. Buku Induk Perkara
Secara keseluruhan, berita Acara, berisikan:
1. Nomor perkara
2. Jenis Perkara
3. Para Pihak
4. Pokok Perkara
5. Keterangan Para Pihak
6. Keterangan Saksi
7. Bukti Yang diajukan
8. Pertimbangan Anggota majelis
9. Usulan Bentuk Penyelesaian Damai (Majleis)
10. Pernyataan Kesediaan Menerima/ menolak bentuk Damai
2. Jenis Perkara
3. Para Pihak
4. Pokok Perkara
5. Keterangan Para Pihak
6. Keterangan Saksi
7. Bukti Yang diajukan
8. Pertimbangan Anggota majelis
9. Usulan Bentuk Penyelesaian Damai (Majleis)
10. Pernyataan Kesediaan Menerima/ menolak bentuk Damai
Tatacara Pelaksanaan / Eksekusi Putusan, sbb:
- Pelaksanaan di Meunasah / di depan umjum
- Penjelasan acara eksekusi
- Peusijuk para pihak yang sengketa
- Pemberian Ganti Rugi
- Bersalaman
- Nasehat
- Baca Doa
- Penutup (makan/ minum bersama
Reformasi Peradilan Adat, konsentrasi pada:
(Administrasi dan Hukum Acara/ Proses Peradilan Adat)
(Administrasi dan Hukum Acara/ Proses Peradilan Adat)
Administrasi Peradilan Adat, sbb :
1. Buku Registrasi
2. Berita Acara
3. Lembar Putusan
4. Buku Induk Perkara
Secara keseluruhan, berita Acara, berisikan:
- Nomor perkara
- Jenis Perkara
- Para Pihak
- Pokok Perkara
- Keterangan Para Pihak
- Keterangan Saksi
- Bukti Yang diajukan
- Pertimbangan Anggota majelis
- Usulan Bentuk Penyelesaian Damai (Majleis)
- Pernyataan Kesediaan Menerima/ menolak bentuk Damai
- Penetapan Keputusan Musyawarah
Mekanisme Penyelesaian Peradilan Adat
Penyelesaian sengketa hukum adat, dipandang sebagai “hukum acara adat/ hukum proses”. Biasanya dilakukan dalam beberapa tahap/ langkah penyelesaian, diawali laporan/pengaduan para pihak sampai pelaksanaan putusan. Bisa terjadi, laporan masyarakat, atau tertangkap tangan/ tertangkap basah, baik oleh anggota masyarakat atau pihak yang berwajib lainnya. Dalam hukum acara adat, prosesi mekanisme penanganannya adalah sbb:
Pengaduan/ Pelaporan:
Pengaduan diterima oleh perangkat gampong, dimana TKP terjadi, maka langsung diproses (melalui sistem pendekatan yang khas). Meskipun pada asasnya hukum adat tidak mengenal pemisahan antara materi delict pidana dengan perdata, namun untuk memudahkan proses penanganan pembahasan, maka diadakan pembedaan, sebagai berikut :
1. Bidang Perdata :Sengketa-sengketa bidang perdata, pihak-pihak yang dirugikan dapat melakukan hal-hal sbb:
Gugatan / melapur pada Keuchik (ke rumah / kantor Keuchik) atau di Meunasah (tatanan adat tidak membenarkan sembarangan tempat).
Bila lapuran sudah diterima, maka sejak saat itu Keuchik secara aktif menjajaki kejelasan masalah tersebut pada pihak-pihak yang bersengketa
Mengadakan sidang/ musyawarah. Bila persoalan penjajakan/ mencari keterangan sudah jelas dengan segala bukti, maka Keuchik mengadakan musyawarah dengan perangkat Gampong di Meunasah dan kadang-kadang sekaligus dengan para pihak, dipanggil dan dibawa dalam sidang musyawarah untuk melakukan proses pemeriksaan secara terbuka (internal Gampong), disertai dengan saksi-saksi.
Memberikan putusan, atas dasar hasil musyawarah mupakat yang disetujui oleh semua pihak
Menjalankan putusan/ eksekusi oleh Keuchik, dengan acara tersendiri. Bila putusan tidak diterima, dapat diteruskan oleh yang bersangkutan kepada Imeum Mukim
Keuchik sebagai pimpinan dan penanggung jawab sidang yang dibantu oleh perangkat Gampong seperti Tuha Peut, harus sangat pro aktif dalam mencari/ mengkaji pokok-pokok masalah dan sekaligus memberi arahan/ petunjuk agar dapat menerima bukti-bukti kebenaran dalam setiap pemerikasaan sengketa dengan berpegang/ mengedepankan “ asas-asas damai “ demi kerukunan dan ketentraman
Dalam proses persidangan itu dapat menyimpulkan pokok-pokok sengketa dan sekaligus dapat menerapkan norma-norma hukum yang diperlukan sebagai landasan memberikan putusan yang dapat diterima secara damai oleh kedua belah pihak. Putusan persidangan diumumkan dan dieksekusikan melalui upacara adat di depan umum ( terbuka untuk umum di Meunasah )
Hukum Acara Pidana Adat
(nullum delictum , nulla poena sine praevia lege poenali=asas hukum positif)
(sifat hukum adat terbuka dan tidak menganut sistem “prae-existente regels/ tidak ada sistem pelanggaran hukum yang ditetapkan lebih dahulu ======Prof.Hi.Hilman, 1989:5)
(nullum delictum , nulla poena sine praevia lege poenali=asas hukum positif)
(sifat hukum adat terbuka dan tidak menganut sistem “prae-existente regels/ tidak ada sistem pelanggaran hukum yang ditetapkan lebih dahulu ======Prof.Hi.Hilman, 1989:5)
Bidang Pidana
Bila terjadi sengketa bersifat pidana, tatacara pengurusan, harus sangat segeraditangani oleh Keuchik. Proses dan prosedural pengurusannya sbb:
1. Pengamanan secepatnya melalui tindakan penahanan dalam bentuk perlindungan, kepada kedua belah pihak, dengan jalan :
melindungi si pelaku disuatu tempat yang dirahasiakan/ dikonsinyir (tidak mengenal tahanan/ penjara). Biasanya diamankan sementara dirumah keluarga atau rumah Keuchik, atau sementara waktu meninggalkan Gampong. Namun bila sengketanya agak ringan, misalnya hanya pertengkaran, atau pidana ringan lainnya, maka cukup dengan internir dirumah saja
mengkondusifkan suasana, terutama pihak keluarga yang dirugikan perangkat Gampong pro aktif, menghubungi berbagai pihaksiapapun yang melihat/ mengetahui peristiwa itu terjadi, tertangkap tangan, dapat segera melapurkan/ mengadu kepada Keuchik melakukan langkah-langkah pengamanan dan penyelesaian pengaduan dapat terjadi atas pelapuran langsung para pihak atau salah satu pihak, tidak terikat waktu dan tempatnKeuchik bersama perangkat Gampong, langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan kepada para pihak.
Diluar persidangan musyawarah formal. Keuchik harus sudah dapat menemukan prinsip-prinsip keputusan berasaskan “damai“. Keuchik atau Ureung Tuha lainnya, seperti Tuha Peut atau tokoh lain bersama Keuchik, terus mengusut, menyelidiki sesuai kemampuan dan keyakinan yang dimilikinya dan mencari bukti-bkti kebenaran pada pihak-pihak saksi lainnya yang mungkin mengetahui atau melihat sengketa tersebut. Orang-orang tua (keluarga para pihak) harus/ terus berupaya membuat suasana kondisioning masing-masing pihak,
Membuka sidang musyawarah di Meunasah. Bila upaya-upaya pendinginan telah berhasil, dan data-data pembuktian sudah lengkap, barulah para pihak, wakil keluarga beserta pihak “ ureung-ureun tuha “ dibawa ke sidang musyawarah di Meunasah. Prosesi persidangan musyawarah dilakukan dengan mendengarkan pembelaan masing-masing pihak secara formal dalam persidangan dihadapan perangkat Gampong (badan yang berwenang menyelesaikan sengketa).Keputusan sidang musyawarah. Bahan-bahan pertimbangan hukum adat, sangat ditentukan oleh peran, arahan dan saran-saran ureung tuha/ perangkat adat Eksekusi/ menjalankan keputusan oleh Keuchik dalam suatu upacara yang ditetapkan pada waktu yang disetujui bersama
Hukum Acara Pidana Adat
(Asas-asas normatif dalam hukum Adat):
(Asas-asas normatif dalam hukum Adat):
Asas-asas normatif dalam hukum adat yang bersifat nilai-nilai pidana, sebagai berikut ;
(nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali (hukum positif), tidak berlaku bagi hukum adat (sifat hukum adat terbuka dan tidak menganut sistem “prae-existente regels/ tidak ada sistem pelanggaran hukum yang ditetapkan lebih dahulu (Prof.Hi.Hilman, 1989:5)
Sifat ketauladanan : yang lemah dibimbing, yang pincang dipapah, yang kurang ditambah, yang ganjil digenapkan, yang salah dibetulkan, yang lupa diingatkan, yang menangis didiamkan, yang bertengkar diredakan, yang keliru diingatkan, yang bermusuhan didamaikan (Badruzzaman Isamail, 2002:94-95)
Materi hukum yang diterapkan adalah Hukum Adat Aceh yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Adat Istiadat bersendikan Syariat Islam yang lazim dituruti, di hormati, di muliakan sejak dahulu dan dijadikan sebagai landasan hidup dalam masyarakat (Qanun, No.3 Th 2004, pasal 1 angka 12 dan 13). Adat ngon hukom lagei zat ngon sifeut.
Prosesi pemeriksaaan
- Rapat Persiapan dan Pengamanan para pihak
Keuchik, setelah menerima laporan, langsung berkoordinasi dengan perangkat adat terkait (Imeum Meunasah dan anggota Tuha Peut Gampong
b. Pemeriksaan duduk perkara
Kegiatan ini dilakukan, pemanggilan kedua belah pihak untuk diminta keterangan tentang sengketa yang terjadi. Pemanggilan kedua belah pihak dilakukan secara terpisah, kecuali dalam perkembangan sudah memungkinkan dihadirkan kedua pihak secara bersamaan(biasanya pada pemeriksaan lanjutan dan kedua belah pihak dalam sikap lunak).
c. Sidang persiapan dan Pengambilan Keputusan
Bila hasil penyelidikan keterangan dipandang cukup, maka dilakukan sidang awal pengambilan keputusan, Persidangan ini terbatas, hanya dihadiri oleh Keuchik, Tuha Peuet dan Tengku Meunasah dan lembaga adat yang terkait, bertempat di Meunasah atau tempat lain yang disepakati
d. Eksekusi / Pelaksanaan Penetapan Keputusan
Pelaksanaan Keputusan
(Eksekusi dalam Upacara/ Seremonial)
(Eksekusi dalam Upacara/ Seremonial)
- Pembukaan rapat : penjelasan duduk perkara dan prosesi penyelesaian secara adat oleh Keuchik/ Imeum Mukim/ Perangkat Gampong/ Mukim
- Penanda tanganan Naskah Persetujuan Damai oleh para pihak dan saksi-saksi (kemudian diserahkan kepada para pihak), tembusan kepada Polisi dan MAA Kecamatan. Pertinggal/ Dokumen Gampong/ Mukim
- Acara bersalaman damai(pumat jaroe), para pihak yang dibimbing oleh Keuchik/ Imum Meunsah
- Peusijuk, bila ada kaitan dengan kondisi sengketa, yang memerlukan peusijuk(hidangan bulukat/ perangkat peusijuk oleh pihak yang dipandang bersalah), sesuai dengan persetujuan para pihak
- Penyerahan denda/ ganti rugi, bila dalam keputusan ada persetujuan dimaksud (kambing,uang/ emas, biaya pengobatan, sesuai dengan persetujuan), atau ada yang membawa kain putih
- Sambutan/ kata-kata nasehat dari tokoh masyarakat (orang yang dipandang layak/ patut, diantara para peserta yang hadir)
- Pembacaan do’a (penutup)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar